[Ramble] Tentang Mimpi-mimpi dan Harapan

Kemarin, secara tidak sengaja menemukan harta karun. Novel Epigram di iPusnas. AAAAAA! Saatnya RE-READ!


Pertama kali baca waktu SMP, hasil perburuan buku sampai ke pojokan rak-rak perpustakaan yang tak terjamah. Buku ini lalu membuatku jadi ingin kerja dan tinggal di Rig, di Norwegia kalau bisa supaya jaauuhhh! Menghilang dari hiruk-pikuk keramaian dunia. Terserap suara debur ombak, tersihir sunyinya laut, tenggelam dalam kelam dan pekatnya malam, plus bonus diselimuti dingin yang mengigit. Mantap, bukan? Idenya gila. Fantastis. Aku suka!


Epigram adalah salah satu dari sekian banyak hal yang mempengaruhiku untuk ambil kuliah jurusan kelautan dan geologi, walau urung karena kemudian sadar kapasitas diri nggak mumpuni. Sekarang mimpinya sudah terkubur, tapi ide tinggal di rig masih tertanam dengan baik. Hehehe.


Aku sudah lupa lagi bagaimana dan tentang apa cerita bukunya. Sama sekali tidak ada yang aku ingat, selain kalau di buku ini ada sedikit tulisan tentang rig. Setelah baca ulang, baru ngeh kalau isinya berbau politik. 😬


Menemukan buku ini, entah bagaimana, membuatku ingin bercerita tentang mimpi-mimpi dan harapan.

Topik yang akan aku angkat di tulisan kali ini. 

Aku tidak akan menggolongkan diriku ke dalam remaja yang tidak punya mimpi. Justru sebaliknya, saat itu impianku banyak sekali. Dan kebanyakan diantaranya karena dipengaruhi buku. Heran juga, kalau dipikir-pikir aku gampang terpengaruh. Terutama oleh apa yang aku baca dan kutonton. Maka, memang penting sekali ternyata menstimulasi anak-anak dan remaja dengan berbagai hal yang menarik dan positif. Mungkin inilah alasan mengapa aku waktu SD tidak punya mimpi. Hahahiks. 


Aku pernah ingin jadi arkeolog, setelah baca novel Murder In Mesopotamia-nya Agatha Christie.

Bahkan, karena keseringan baca novel bertema misteri, kriminal dan pembunuhan, terkadaaaaaang, muncul pemikiran-pemikiran semacam "Seharusnya kamu bisa melakukannya lebih baik, kok bisa-bisanya bodoh banget." saat lihat berita kriminal A membunuh B lalu mayatnya dikubur/dibuang tidak jauh dari rumah dengan barang bukti yang... aduh, mudah sekali ditemukan, misalnya. Kenapa nggak main cantik sih, gereget akutu. Bukan berarti aku menormalisasi tindak kejahatan lho ya. Kutekankan, ini adalah dua hal yang berlainan. 

Pernah ingin jadi penyiar radio, karena di masa itu aku mendengarkan radio setiap hari. Dan sebetulnya aku agak tersiksa karena menemukan fakta kalau ekstrakurikuler broadcasting di SMA ku waktu itu (punteeen) kurang bermanfaat. Fungsinya hanya digunakan untuk memutarkan lagu "happy birthday" yang sama setiap hari + pesan kesan untuk yang berulang tahun di sela-sela jam istirahat yang memang singkat. Padahal potensinya besar kalau dipergunakan dengan baik, sayang sekali. 


Kalau dibuat daftar, ini adalah mimpi-mimpiku dari SMP sampai SMA yang mayoritasnya sudah terkubur dalam-dalam:

  • Geolog
  • Arkeolog
  • Antropolog
  • Pustakawan
  • Penulis
  • Editor buku
  • Dubber
  • Foley
  • Penyiar radio
  • Ahli forensik
  • Kerja di rig (jadi apa aja bebas, yang penting di rig hahaha)

Dari daftar di atas, tidak ada nama profesi idaman ala emak-emak Indonesia, seperti; dokter, PNS, polwan, dll. Malah kebanyakan profesi yang masih asing dan terlihat kurang menjanjikan dari segi finansial. Pokoknya sangat tidak cocok untuk dijadikan menantu. 😂

Penulis dan editor buku kutekuni dengan terus menulis fiksi. Berhasil menelurkan cukup banyak cerita pendek dan puisi saat SMP, tentunya kalian tidak pernah tahu karena hanya aku dan beberapa teman dekat yang kuberi akses wkwk. Begitu masuk SMA frekuensiku menulis mulai berkurang, tidak lagi produktif. Akhir masa SMA-ku difokuskan untuk mengejar mimpiku yang lain, editor buku. Maka aku dengan senang hati, berbekal ilmu dan pengalaman yang tidak seberapa, memulai blogging dan menjadi editor abal-abal dari rekanku, Miss N.

(Miss N, kalau kamu baca ini, terima kasih ya karena sudah merelakan banyak karyamu aku bedah. Semoga lancar dengan persiapan pernikahannya. Laf.)

Menjadi geolog adalah mimpi yang paling lama kuperjuangkan. Dari mulai SMA sampai menjelang kelulusan. Aku dengan serius (tapi sebenarnya nggak serius-serius banget) mengabdikan diri ikut lomba sana-sini di bidang kebumian. Pengorbanan ternekat yang kulakukan adalah dengan menceburkan diri ke kelas IPA padahal sebetulnya kurasa aku bisa berkembang lebih baik di IPS. Semata-mata hanya untuk mengejar mimpi ini. Karena menurut pertimbanganku, menjadi geolog hanya bisa diwujudkan dengan aku masuk IPA. Belajar materi-materi sains, lalu daftar kuliah. Dan memang seperti itulah alur yang seharusnya terjadi. Lalu kemudian aku tersadarkan oleh realita, pivot di penghujung tahun. Mengubah arah. 

Mimpi menjadi ahli forensik kuperjuangkan salah satunya dengan daftar kuliah Kriminologi di UI, setelah aku putar haluan tidak jadi mengejar geologi. Tentu saja tidak lolos. Pustakawan juga sama, aku daftar Ilmu Perpustakaan di UI. Bernasib sama dengan Kriminologi. 

Antropolog sesungguhnya adalah mimpiku yang paling dekat kugapai. Dan walau durasinya paling singkat, tapi dia menjadi mimpi yang paling serius kukejar. Satu tahun penuh, hari-hari berdarah yang melelahkan, tapi menyenangkan. Hasilnya memuaskan. Aku lolos tes penerimaan tertulis salah satu kampus di Surakarta, tiket mimpiku sudah di tangan. Namun, apalah daya. Qadarullah. Tidak semua yang kita harapkan terjadi dapat terwujud.

Yang lainnya mungkin akan kuceritakan lain kali saja. Tulisan ini sudah terlalu panjang, dan aku mulai berpikir apakah orang-orang akan mendapatkan manfaat dengan aku menceritakan semua omong kosong ini. #kabur


Punya mimpi itu menyenangkan.

Bermimpi membuatku bahagia dan semangat menjalani hidup.

Bahkan ketika aku sendiri tahu kalau mimpi itu tak akan pernah terwujud. Pada akhirnya, untungnya, bukan rasa penyesalan yang hadir. Aku sungguh bahagia dan bangga kalau ingat diriku yang muda penuh banyak mimpi.

Impian... baik itu yang terwujud maupun tidak, buatku hadir untuk diingat dan dikenang. Beberapa mimpi memang tidak ditakdirkan untuk terwujud, sekeras apapun kita berusaha. Sebagian mimpi menetap, sebagiannya lagi hanya singgah. Dan itu tidak apa-apa.


Di usia yang tiga bulan lagi setengah abad ini, kalau ada yang bertanya tentang mimpi, aku mungkin butuh jeda beberapa saat untuk sampai pada satu kesimpulan. 

It was a simple question, yes, but not anymore I guess.


Harapanku sekarang sesederhana ingin melihat senyuman terukir di wajah orang-orang yang aku sayangi. Tetap mengingat momen-momen penting membahagiakan yang hadir dalam hidup. Lalu terakhir, menjalani dan menikmati hidup yang pahit ini dengan bahagia. Wkwk.


Seiring berjalannya waktu, sebetulnya ada satu mimpi yang tak terduga merangsek ingin muncul. Namun, masih coba kutahan. Mimpi itu adalah... jadi guru. Random banget. Padahal sebelumnya tidak pernah terbersit sekalipun untuk mengajar dan menjadikannya sebagai profesi. Biarlah sekarang aku redam dulu, mungkin akan kukejar dalam lima sampai sepuluh tahun mendatang. Kalau-kalau mimpi itu masih menggebu.


Saatnya mengakhiri tulisan ini, kurasa.

Untuk kalian, jangan pernah berhenti bermimpi. Bermimpilah agar terus dapat menikmati hidup. Menggenggam mimpi, tanpa kau sadari, akan terus membakar baramu. Melecutkan semangat kehidupan.

Kejar mimpi itu sekuat tenaga. Sampai pada titik di mana kamu akhirnya menyerah, atau bersukacita dengan keberhasilan.

Tidak ada kata gagal dalam mimpi. Dengan kamu susah payah mengejarnya, pasti ada sesuatu hal baik yang telah kamu pelajari.

Tidak menutup kemungkinan, itu akan bermanfaat untuk mimpimu yang lain.

Dan kamu akan menyadari, mimpimu tak pernah mati.

Dengan berakhirnya mimpi, bukan berarti mimpi itu tak pernah ada, kan?


🐥🐥🐥

Kalau kamu, apa mimpimu sekarang ini?

Mau berbagi dan bercerita di kolom komentar? Feel free ya~ 


💌

With love,

nsdsty

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Healing Journey in 2023

Tulisan Sebelum Tidur

[Ramble] Skripsi dan Siniar