[Kesan Baca] A Man Called Ove (Fredrik Backman)
Blurb:
Sebelum terlibat lebih jauh dengannya, biar kuberi tahu. Lelaki bernama Ove ini mungkin bukan tipemu.
Ove bukan tipe lelaki yang menuliskan puisi atau lagu cinta saat kencan pertama. Dia juga bukan tetangga yang akan menyambutmu di depan pagar sambil tersenyum hangat. Dia lelaki antisosial dan tidak mudah percaya kepada siapa pun.
Seumur hidup, yang dipercayainya hanya Sonja yang cantik, mencintai buku-buku, dan menyukai kejujuran Ove. Orang melihat Ove sebagai lelaki hitam-putih, sedangkan Sonja penuh warna.
Tak pernah ada yang menanyakan kehidupan Ove sebelum bertemu Sonja. Namun bila ada, dia akan menjawab bahwa dia tidak hidup. Sebab, di dunia ini yang bisa dicintainya hanya tiga hal: kebenaran, mobil Saab, dan Sonja.
Lalu … masih inginkah kau mengenal lelaki bernama Ove ini?
Kesan Baca:
Jujur, aku tidak berekspektasi apapun saat mulai membaca buku ini. Sudah lama kumasukkan ke TBR dan antri di iPusnas sejak diracuni banyak bookstagram, tapi aku belum ada bayangan ceritanya akan seperti apa. Tanggal 21 lalu saat iseng cek iPusnas, ternyata buku ini tersedia satu salinan.
Yang berikutnya kulakukan adalah pinjam bukunya, lalu buka Goodreads untuk update progress bacaan. Langsung kaget dooong. Ternyata buku ini cukup tebal, sedangkan aku sedang dalam kondisi reading slump parah ditambah baru selesai UAS. Alamak! Apa boleh buat nasi sudah jadi bubur. Aku punya waktu lima hari, sesuai durasi pinjam iPusnas. Sudah pasrah kalau harus dnf di tengah jalan.
⚠ Warning: keseluruhan tulisan ini mengandung spoiler
┐( ∵ )┌
Tapi ternyata begitu buka lembar pertama, diikuti lembar berikutnya, dan lembar berikutnya lagi. Tiba-tiba sudah di akhir halaman dalam keadaan berurai air mata.
AAAAAAAA. NGGAK RELA CERITANYA HABIS.
Cinta banget. T_T
Ove, tokoh utama di buku ini digambarkan sebagai seorang bapak berusia 59 tahun, lelaki antisosial, irit bicara, pemberang, gaptek, kolot, konservatif, lengkap sudah. Sedikit banyak karakter Ove mengingatkanku pada Carl Fredricksen, kakek tua yang merupakan tokoh utama di film Up. Ove fanatik dengan Saab, merek mobil favoritnya. Saking fanatiknya, dia tak segan menganggap rendah pilihan mobil orang lain. Mobil Saab menurutnya adalah standar nilai untuk mengukur tingkat kecerdasan seseorang. Pak Ove ini tipe orang yang akan julid kalau lihat tetangganya di rumah aja. Curiga dia, kalian kerja apa sih, ngepet apa gimana? Kalau Pak Ove jadi tetanggaku, rasanya aku takkan sanggup berada terlalu lama di dekatnya.
Ove selalu bangun di waktu yang sama, menyukai rutinitas, saklek terhadap peraturan, selalu menjunjung kebenaran, dan benci pemborosan. Ove akan langsung menegur dan rela adu argumen saat melihat pelanggaran atau bertemu keadaan yang menurutnya tidak seharusnya, baku hantam pun hayyuuukk kalau memang diperlukan.
Didukung pengalaman kerjanya saat muda, Ove juga bisa melakukan apapun, semisal membangun rumah maupun memperbaiki kendaraan. Ove merasa itu adalah hal yang wajar dan semua orang seharusnya juga bisa melakukannya. Sayangnya, masyarakat sekarang sudah diperbudak oleh teknologi.
Di balik sosoknya yang kaku, sesungguhnya Ove sangat perhatian, penyayang, tulus, dan setia.
Ove amat mencintai istrinya, Sonja. Ove menganggap Sonja sebagai warna-warni hidupnya. Maka ketika Sonja meninggal, Ove kehilangan semangat hidup. Menurutnya, tidak ada lagi yang dia inginkan dalam hidup ini selain menyusul Sonja.
"Segalanya tidak berfungsi ketika kau tidak ada di rumah," Gumam Ove sambil menendang pelan tanah beku. --- halaman 33
Baru halaman berapa ini air mata udah netes aja. Haduh. :')
Ove akhirnya membulatkan tekad untuk menyusul Sonja. Karena tidak ingin merepotkan orang lain, ia mempersiapkan rencananya dengan cermat. Mencari skenario 'pergi' paling efisien, memakai setelan terbaik, memastikan proses kepergiannya tidak mengotori maupun merusak propertinya, berhenti berlangganan sambungan telepon dan koran, membayar semua tagihan, membayar pengurus pemakaman, Ove bahkan sudah mencuci cangkir kopinya yang baru habis diminum. Ingat, Ove adalah orang yang teratur dan tidak suka pemborosan.
Sayangnya (atau mungkin lebih tepat kalau dikatakan 'untungnya'), rencana-rencananya selalu digagalkan oleh gangguan-gangguan para tetangga yang adaaaaa aja. Di waktu yang selalu tepat. Ya minjem perkakas lah, minta anter ke rumah sakit lah.
Ove hanya ingin mati dengan tenang, tapi ternyata bunuh diri untuk Ove tidak semudah itu.
✿✿✿
Dengan alur maju mundur, kalian akan disuguhi kilas balik kehidupan Ove saat dirinya muda, kisahnya dengan Sonja, dan keseharian Ove dengan para tetangganya. Hubungan mereka diceritakan dengan sangat menarik. Dinamika dan konflik Ove dengan tetangga-tetangganya kadang bikin jengkel, tapi juga heartwarming. Nah, gimana tuh jelasinnya. Persahabatan Ove dan Rune juga berhasil membuatku tersentuh. Meskipun Ove digambarkan pemarah, tapi Ove selalu ringan tangan tentu saja sambil ngedumel membantu tetangganya yang kesusahan. Kehadiran Si Kucing menjadi salah satu bagian kesukaanku. Bagaimana Ove selalu denial, banyak bagian yang bikin aku terkikik geli. Oh ya, humor di buku ini bagus wkwk.
♡♡♡
A Man Called Ove adalah salah satu buku terbaik yang kubaca tahun ini. Berhubung selera sifatnya sangat subjektif dan personal, mungkin bagi sebagian orang buku ini akan terasa sangat membosankan. Terutama bagi yang tidak suka baca narasi panjang.
Aku menikmati sekali kisah ini. Ove dan kisahnya berhasil membuat perasaanku campur aduk. Menangis, tertawa, penuh cinta, penuh haru, cekikikan, bahagia, nangis lagi, nangis makin kejer....
♡♡♡
Aku bahagia bisa melihat akhir yang baik untuk Ove. He deserved all the love. Special mention untuk Parvaneh yang telah hadir di kehidupan Ove. Terima kasih.
Buku ini menurutku sangat manis, menghangatkan, dan meninggalkan bekas di hati.
Akan selalu berusaha kuingat, untuk menghargai hidup setiap hari.
It's a page turner, and definitely a must-read.
Rating pribadi: ⭐ 5/5
"Mencintai seseorang bisa disamakan dengan pindah ke sebuah rumah." Itulah yang dulu biasa dikatakan Sonja.
"Mulanya kau jatuh cinta dengan semua barang barunya, setiap pagi merasa takjub karena semuanya ini milikmu, seakan khawatir seseorang akan mendadak masuk untuk menjelaskan bahwa telah terjadi kesalahan mengerikan, seharusnya kau tidak tinggal di tempat seindah ini.
Lalu, bertahun-tahun kemudian, dinding rumahnya menjadi lapuk, kayunya pecah di sana sini, dan kau mulai mencintai rumah itu bukan karena semua kesempurnaannya, tapi lebih karena ketidaksempurnaannya. Kau mulai mengenal semua sudut dan celahnya. Bagaimana cara menghindari kunci tersangkut di lubangnya ketika udara di luar dingin.
Papan-papan lantai mana yang sedikit meleyot ketika diinjak, atau bagaimana cara membuka pintu lemari pakaian tanpa berderit. Semuanya ini adalah rahasia kecil yang menjadikan rumah itu sebagai rumahmu." --- halaman 399
Komentar
Posting Komentar